Liputan6.com, Jakarta Ulama besar Indonesia, Kiai Haji Maimun Zubair atau Mbah Moen wafat di Mekah pada Selasa 6 Agustus 2019. Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang tersebut wafat usai menunaikan Salat Subuh.
Selama ini Mbah Moen pun menjadi ulama rujukan di Indonesia yang sering menjadi rujukan dalam bidang fikih. Lahir di Sarang, Rembang 28 Oktober 1928, Mbah Moen ini memiliki 10 orang anak yang semua anaknya menjadi tokoh ulama dan berperan dakwah Islam.
Selama hidupnya, Mbah Moen pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, Beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Mbah Moen juga diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Kiprah ini juga diikuti oleh anaknya yang bernama Taj Yasin (Gus Yasin) dan Majid Kamil (Gus Kamil) yang yang mengikuti jejak sang ayah menjadi salah satu pemimpin di Wilayah Jawa Tengah yang seperti Mbah Moen menjadi pemimpin umat mayoritas Jawa Tengah.
Berikut fakta sosok Taj Yasin dan Majid Kamil yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (7/8/2019)
Bakal Calon Presiden (Bacapres) Anies Baswedan menemui salah satu putra ulama khos Kiai Haji Maimoen Zubair atau Mbah Moen, yakni Kiai Haji Najih Maimoen (Gus Najih) di Sarang, Rembang hari ini. Anies disambut dengan meriah oleh para santri.
Dilansir detikJateng, Anies beserta rombongannya tiba di kediaman Gus Najih, di Kompleks Pondok Pesantren Al-Anwar, di Desa Karangmangu, Sarang sekitar pukul 15.20 WIB. Mereka tampak disambut dan ditemui secara langsung oleh sang tuan rumah beserta para santri.
Penyambutan atas kehadiran Anies Baswedan tampak meriah oleh iringan musik rebana oleh para santri setempat dengan lagu rohani Tola'al badru alaina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anies terlihat mengenakan pakaian kemeja lengan panjang berwarna putih dan celana berwarna hitam, serta peci berwarna hitam.
Saat berjalan melewati lorong kompleks pondok besutan Mbah Moen ini, Anies sempat diteriaki, "Anies presiden" oleh salah satu warga yang hadir. Lalu diikuti jawaban "Amin," secara serentak oleh para santri yang berjajar ikut menyambut kedatangan Anies.
Baca berita selengkapnya di sini.
Lihat juga Video: Anies Bertemu Alumni ITB, Bahas Metode Ilmiah dalam Mengambil Kebijakan
[Gambas:Video 20detik]
REMBANG, katakutip.com – KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen, menjadi sosok ulama yang dikenal berjiwa patriotisme. Dari setiap dakwahnya, Mbah Moen selalu menekankan tentang nasionalisme.
Mbah Moen lahir pada tanggal 6 Agustus 1928. Wafat pada hari Selasa tanggal 6 Agustus 2019, tepat di usia 90 tahun. Mbah Moen wafat saat sedang menunaikan ibadah haji di Mekkah dan dimakamkan di Ma`lla Makkah, Saudi Arabia.
Wafatnya (haul) tokoh ulama kharismatik pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu Sarang Kabupaten Rembang ini akan segera diperingati malam nanti di kompleks Ponpes asuhannya itu.
Baca juga: Besok Haul Mbah Moen Sarang, Terbatas untuk 11 Ribu Pelawat
Dikutip dari laman mtsalanwarsarang.sch.id, dari pernikahannya dengan nyai Hj Fatimah dan nyai Hj Masthi’ah, Almaghfurlah KH Maimun Zubair dikaruniai 9 putra dan puteri.
1. KH Abdullah Ubab2. KH Muhamad Najih3. KH Majid Kamil (Almarhum)4. KH Abdul Ghofur5. KH Abdur Rouf6. KH Ahmad Wafi7. Nyai Hj Rodliyatul Ghorro8. KH Taj Yasin9. KH Muhamad Idror
Semua putra putrinya menimba ilmu agama di berbagai pondok pesantren di dalam dan luar negeri untuk memperdalam ilmu agama.
Baca juga: Sejumlah Tokoh Dijadwalkan Hadiri Haul Mbah Moen: Ada Habib Luthfi, Gus Mus Hingga Gus Baha
Sementara Mbah Moen, semasa hidupnya, selain berguru kepada ulama-ulama di Lirboyo Kediri Jawa Timur Mbah Moen juga berguru kepada ulama di Makkah.
Di antaranya adalah Sayyid Alawi al-Maliki, Syekh al-lmam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly.
TRIBUNNEWS.COM - Dua putra ulama terkemuka Almarhum KH Maimoen Zubair (Mbah Moen), yaitu KH Muhamad Najih Maimoen (Gus Najih) dan KH Wafi Maimoen Zubair (Gus Wafi), masuk struktur Tim Kampanye Nasional (Timnas) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024.
Masuknya Gus Najih dan Gus Wafi dalam struktur Timnas AMIN disampaikan pada Selasa (21/11/2023).
Gus Najih dan Gus Wafi menjabat Anggota Dewan Penasihat Timnas AMIN, yang diketuai KH Syukron Makmun.
Lantas seperti apa sosok Gus Najih dan Gus Wafi putra Mbah Moen?
Baca juga: Profil Hamdan Zoelva, Mantan Ketua MK yang Ditunjuk Jadi Pemimpin Dewan Pakar Timnas AMIN
Dikutip dari laman Ponpes Al Anwar, KH Muhammad Najih Maimoen (Gus Najih) merupakan putra kedua KH Maimoen Zubair.
Gus Najih lahir di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, 17 Agustus 1963.
Gus Najih merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar sejak 2019.
Dikutip dari stekom.ac.id, Gus Najih menempuh pendidikan di Madrasah Ghozaliyyah Syafiiyah (MGS) di Karangmangu, desa di Sarang.
Pada 1982, Gus Najih berangkat ke Makkah belajar atas perintah Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki setelah Najih mengikuti kajian kitab Sayyid al-Maliki di Malang.
Setelah memperdalam ilmu agama di Makkah, Muhammad Najih kembali ke Sarang pada 1995, mengabdi di Pondok Pesantren Al-Anwar.
Gus Najih ditugaskan mengurus Ribath Darusshohihain yang berfokus pada ilmu hadis.
Baca juga: Daftar 38 Tim Kampanye Daerah Timnas AMIN: Ada Edy Rahmayadi hingga Wakil Ketua DPR RI
Sementara itu KH Wafi Maimoen Zubair (Gus Wafi) merupakan putra keempat dari KH Maimoen Zubair dan Nyai Masthi’ah.
Gus Wafi lahir pada 15 Maret 1977, di Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Gus Wafi belajar langsung pada Mbah Moen dan para guru di Madrasah Ghozaliyyah Syafi’iyyah.
KH Maimun Zubair (Mbah Moen) dikenal sebagai kiai atau ulama kharismatik dari indonesia. Selain menjadi seorang ulama, beliau juga dikenal sebagai seorang politikus. Berikut profil dan biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen).
Maimoen Zubair atau yang biasa disapa akrab dengan Mbah Moen adalah putra pertama dari pasangan Kiai Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah. Beliau dilahirkan di Karang Mangu Sarang hari Kamis Legi bulan Sya'ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928.
Dari jalur silsilah kakek, nasab Mbah Moen sampai kepada Sunan Giri. Berikut adalah jalur silsilah nasab Mbah Moen, KH. Zubair bin Mbah Dahlan bin Mbah Carik Waridjo bin Mbah Munandar bin Puteh Podang (desa Lajo Singgahan Tuban) bin Imam Qomaruddin (dari Blongsong Baureno Bojonegoro) bin Muhammad (Macan Putih Gresik) bin Ali bin Husen (desa Mentaras Dukun Gresik) bin Abdulloh (desa Karang Jarak Gresik) bin pangeran Pakabunan bin panembahan Kulon bin sunan Giri.
Sedangkan dari jalur silsilah Nenek yaitu, Nyai Hasanah binti Kiai Syu’aib bin Mbah Ghozali bin Mbah Maulana (Mbah Lanah seorang bangsawan Madura yang bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro).
Ayahnda Mbah Moen, Kiai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky. Kedua guru tersebut adalah sosok ulama yang tersohor di Yaman.
Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan.
Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara seimbang. Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras.
Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri.
KH Maimun Zubair (Mbah Moen) diketahui bahwa beliau menikah dengan nyai Hj Fatimah yang merupakan anak dari KH Baidhowi Lasem. Istrinya Hj Fatimah meninggal dunia pada tanggal 18 Oktober 2011. KH Maimun Zubair (Mbah Moen) juga diketahui menikah dengan wanita bernama Nyai Masthi’ah, anak dari KH Idris asal Cepu.
Nama-nama putra-putri beliau diantaranya:
Tahun 2019 saat menunaikan ibadah haji, pada hari Selasa, 6 Agustus 2019 pagi KH. Maimoen Zubair wafat. Beliau dimakamkan di pemakaman Ma’la di Mekah, Arab Saudi. Beliau tutup usia pada dalam umur 90 tahun.
Dalam riwayat pendidikannya, sejak kecil Mbah Moen sudah dibimbing langsung oleh orang tuanya dengan ilmu agama yang kuat, mulai dari menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain.
Pada usia yang masih muda, beliau sudah hafal beberapa kitab diluar kepala diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. Selain itu, beliau juga mampu menghafal kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I, seperti Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.
Pada tahun 1945 beliau memulai pendidikannya ke Pondok Lirboyo Kediri, dibawah bimbingan KH. Abdul Karim atau yang biasa dipanggil dengan Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi.
Setelah itu selesai, kemudian beliau kembali ke kampungnya, mengamalkan ilmu yang sudah beliau dapat. Kemudian pada tahun 1950, beliau berangkat ke Mekkah bersama kakeknya sendiri, yaitu KH. Ahmad bin Syu’aib untuk belajar dengan ulama di Mekkah.
Diantaranya adalah Sayyid Alawi al-Maliki, Syekh al-lmam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly. Disana ia belajar selama 2 tahun.
Pada tahun 1952, Mbah Moen kembali ke Tanah Air. Setiba di Indonesia Mbah Moen kemudian melanjutkan belajar ke beberapa ulama di tanah Jawa. Guru-guru beliau adalah Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen(Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abui Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain.
MENDIRIKAN PONDOK PESANTREN AL-ANWAR
Setelah dirasa cukup untuk menimba ilmu, akhirnya Mbah Moen kembali ke Sarang dan mengabdi kepada masyarakat di sana.
Pada tahun 1965, Mbah Moen mendirikan Pesantren al-Anwar. Pesantren inilah kemudian menjadi rujukan para orang tua, untuk memondokan anaknya untuk belajar kitab kuning dan turats. Sehingga akhirnya, masyarakat Sarang mengenal KH. Maimoen Zubair sebagai sosok ulama yang kharismatik.
KARIR DI POLITIK DAN DI NAHDLATUL ULAMA (NU)
Selain menjadi seorang pengasuh Al-Anwar Sarang, Pada tahun 1971, Mbah Moen terjun ke dunia politik menjadi anggota DPR wilayah Rembang hingga tahun 1978. Kemudian pada tahun 1987, beliau menjadi Anggota MPR RI utusan Jawa tengah hingga tahun 1999.
Kemudian semasa jabatan politiknya di MPR RI, Mba Moen juga pada tahun 1985 hingga 1990 dikenal aktif dalam NU, Mbah Moen pernah menjabat sebagai Ketua Syuriah NU Provinsi Jawa Tengah. Beliau juga pernah menjadi Ketua Jam’iyah Thariqah NU.
Pada tahun 1995 hingga 1999, Mbah Moen juga aktif dalam organisasi partai seperti menjadi Ketua MPP Partai Persatuan Pembangunan, dan kemudian menjadi Ketua Majelis Syari’ah PPP sejak 2004.